Motivasi Belajar
Menurut Schunk,
motivasi adalah merujuk pada proses dimana saran tingkah laku yang
diarahkan, dirayu dan didukung. Motivasi juga sebuah pekerjaan yang
terkait dengan sebuah konsep permainan yang saling berhubungan. (weiner,
1990, hal. 621), misalnya, para guru mengatakan bahwa para pelajar
tidak termotivasi, ketika mereka belajar setengah hati, menyeleaikan
tugas hanya karena imbalan eksternal, atau menghabiskan waktu dengan
percuma terhadap tugas-tugas belajar (seperti menghayal tentang
sendratari, sebagai pengganti mengerjakan pecahan-pecahan). Kurang
motivasi juga terjadi pada saat para pelajar dengan mudah menolak
dihubungkan dengan tugas-tugas belajar atau gagal untuk beraksi dalam
membantu mereka untuk menyelesaikannya dengan sukses.
Pertanyaan apa yang melatarbelakangi motivasi dan bagaimana guru dapat
memotivasi siswa dengan cara-cara yang efektif. Ini telah menjadi subjek
investigasi selama bertahun-tahun. Studi tentang motivasi bagi para
pendidik tentu saja meliputi studi pembelajaran. Sebagaiamana dikatakan
Weiner (1990) “motivasi sering diambil kesimpulan dari pembelajaran, dan
pembelajaran biasanya merupakan sebuah indikator motivasi bagi
psikologi pendidikan”.
Sejarah Singkat Penelitian Pendidikan Tentang Motivasi
Suatu ketika,
motivasi merupakan lapangan belajar yang dominan dalam psikologi. Era
tahun 1930-an dan 1940-an para psikolog merangkai motivasi sebagai”
suatu hal yang dapat memindahkan organ yang sedang beristirahat kepada
suatu kesatuan aktifitas”. Hull telah mengembangkan sebuah teori
pembelajaran dimana tingkah laku dianggap menjadi sebagai suatu hasil
dari rangsangan terhadap sasaran yang diantisipasikan. Jadi, tingkah
laku dimotivasi ke arah sasaran oleh karena adanya kebutuhan (biasanya
biologis), seperti kebutuhan makan, seks, atau perlindungan.
Pembelajaran terjadi ketika respon diperkuat dan rangsangan yang
memotivasi tingkah laku di tempat awal terkurangi. Lebih lanjut
pembelajaran kemungkinan terjadi tanpa ada suatu motivasi yang jelas,
karena itu psikolog berpendapat bahwa motivasi berhubungan erat dengan
kegunaan ilmu pengetahuan, bukan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an, pertukaran dari tingkah laku
terhadap perspektif kognitif dalam psikologi Amerika telah membawa
reintegrasi motivasi dengan pembelajaran. Pemberian hadiah (reward) bagi
siswa sebagai suatu alat kontrol cenderung mengurangi bakat alamnya
dalam tugas pembelajaran (Deci, 1975). David McClelland dan John
Atkinson mencari pemahaman mengapa sebagian orang berusaha keras untuk
mendapatkan, sementara sebagian yang lainnya tidak. Diasumsikan bahwa
kebutuhan yang tinggi untuk pencapaian berkembang pada anak yang orang
tuanya menekankan pencapaian dan kompetitif di rumah. Tetapi motivasi
pencapaian bisa terjadi secara situasional dimana individu akan bekerja
lebih keras dalam kondisi tertentu, seperti instruktur test khusus,
lingkungan yang kompetitif dan kegagalan (Atkinson, 1964).
Sumber-sumber Motivasi untuk Dipelajari
Para ahli teori
rangsangan mendemontrasikan bahwa kebutuhan psikologis (serti rasa
lapar) memberi motivasi kepada organsme untuk mengikut sertakan tingkah
laku tertentu (seperti mencari makanan), ahli teori kognitif menunjukkah
bahwa proses kognitif merupakan mediator penting dalam motivasi.
Motivasi juga merupakan sebuah fungsi dari kognitif seseorang tentang
tugas yang dikerjakan,tentang konsekuensi penyelesaian tugas dan tentang
kemempuan seseorang untuk melakukan tugas.
· Keingintahuan (curiosity)
Keingintahuan pada diri anak-anak dan pada orang dewasa adalah sama, itu
merupakan motivator untuk belajar. Salah satu bentuk keingintahuan (perceptual arousal),
pada awalnya distimulasi oleh novel, kompleks, atau hal-hal yang tidak
biasa dalam lingkungan. Selama orang beradaptasi dengan cepat terhadap
event-event yang mengejutkan, keingintahuan harus disokong agar menjadi
hal yang terus termotivasi. Satu cara untuk tetap perhatian pada level
perceptual adalah melakukan beragam pendekatan instruksional selama
waktu belajar di kelas atau sesi training (Keller, 1983, 1987) agar
kelas tidak monoton dan membosankan. Hal lain untuk meneruskan
keingintahuan melibatkan fantasi yang kegunaan dalam belajar akan
memberikan konteks yang penuh makna bagi pelajar sehingga memudahkan
untuk memperluas imajinasinya. Tingkat yang lebih dalam dari
keingintahuan pun dapat diaktifkan dengan menciptakan situasi
permasalahan yang hanya dapat dipecahkan kembali dengan tingkah laku
pencarian ilmu pengetahuan.
· Relevansi Tugas Pembelajaran (learning Task Relevance)
Usaha menjadikan pembelajaran relevan dengan pelajar merupakan hal yang
rumit. Apa yang membuat subjek menarik bagi para pelajar? Bagaimana
membuat pelajar melihat masa depan relevan dengan sesuatu, sementara
masa dedpan itu masih jauh? Bagaimana para guru membantu pelajar baik
untuk menyusun atau memperoleh sasaran yang relevan dalam sebuah
subjek?. Bagaimana bisa mendesain instruksi agar sesuai dengan kebutuhan
pelajar untuk pencapaian atauy kebutuan untuk aplikasi? Perhatikan
point-point berikut ini:
1. Pengaturan sasaran (setting goals)
Sasaran yang diatur dengan aktif merupakan sumber yang penting tentang
motivasi (Bandura, 1977). Ketika individu mengatur sasaran, mereka
menetukan standar aksternal kemana mereka akan mengevaluasi level
performannya secara internal. Lebih lanjut, betapapun sulitnya sasaran
harus dicapai. Locke, Shans, Saari dan Lathan (1981) mengidentifikasi
beberapa sasaran tertentu yang merupakan hal yang penting dalam proses
pengaturan sasaran. Contohnya pengaturan sasaran eksplisit (“saya akan
mampu menghubungkan sebuah sirkuit dengan lampu penerang”) adalah lebih
baik dari pada pengaturan sasaran umum (“saya akan mempelajari tentang
listrik”) untuk memotivasi ketekunan tingkah laku.
Proxima (sasaran yang bisa dicapai dalam waktu dekat) adalah sasaran
yang dekat dengan masa seklarang dan dapat dicapai dengan cepat, seperti
“saya akan menyelesaikan sepuluh tambahan permasalahan matematika dalam minggu ini”. Sementara distance goals (sasaran
yang bisa dicapai dalam waktu yang lama) adalah sasaran yang mengatur
kriteria yang jauh dimasa yang akan datang, seperti “saya akan melakukan
seratus tambahan permasalahan matematika semester ini”.
2. Penyesuaian Motif (motive matching)
Aspek kognitif pelajar yang lain adalahtingkatan tugas-tugas belajar
yang bertemu dengan kebutuhan-kebutuhan khusus pelajar atau bersama-sama
dengan nilai-nilai pelajar. Maslow (1970) mengajukan hirarkhi kebutuhan
manusia dari level yang lebih rendah berhubungan dengan kelangsungan
hidup dan keamanan kepada level yang paling tinggi, yakni apresiasi
estetis dan aktualisasi diri. Keller (1987) menyatakan bahwa para
instruktur harus sensitive terhadap kebutuhan individu demi tercapainya
dan teraplikasinya kebutuhan terebut.
3. Kemanjuran diri (self efficacy)
Menurut Bandura, kemanjuran diri melibatkan suatu keyakinan bahwa
seseorang dapat menghasilkan tingkah laku, bebas/tidak tergantung apakah
seseorang sebenarnya bisa atau tidak. Dia menyarankan konsep-konsep
tersebut sebagai suatu mediator performen dan pencapaian. Teori tersebut
adalah sebagai berikut;
Bandura menyarankan empat sumber yang memungkinkan membuat orang bisa
memperoleh informasi untuk mempengaruhi kemanjuran dirinya, yaitu;
· Penyempurnaan performen.
Merujuk pada kesuksesan pelajar sebelumnya dalam suatu tugas, contoh,
si Bill adalah seorang mahasiswa di kelas tersebut, untuk mendapatkan
nilai A diberi kesempatan untuk mngikuti quist tiga kali. Setelah Bill
ikut quist dan ternyata dia mendapatkan nilai B. kemudian dosennya
menanyakan kepadanya apakah dia mau memperbaiki nilainya
untukmendapatkan nilai A. si Bill menjawab bahwa dia bukan tipe orang
untuk nilai tersebut. Lantas setelah Bill memeriksa lembran yang telah
diperiksa oleh dosennya, rupanya ada kesalahan pemeriksaan yang
dilakukan oleh dosennya. Setelah diperiksa kembali, Bill mendapatkan
nilai A. kesimpulannya bahwa performen jauh lebih penting dari pada yang
diharapkan si Bill.
· Pengalaman yang seolah-olah dimiliki sendiri.atau
observasi seorang pelajar terhadap euartu model untuk memperoleh
kesuksesan dalamtugas. Banyak orang yang tidak yakin dengan usaha atau
pekerjaan yang dia lakukan sendiri. Sehingga hal tersebut membuatnya
gagal sebelum melakukannya. Pada kesempatan yang lain orang seperti ini
dapat merubah ekspetasi dirinya setelah suatu kali dia mengikuti sebua
konferensi.rupanya setelah dia melakukan sesuatu dimana dia harus
bersaing dengan orang yang lebih hebat, dia bahkan lebih baik dari orang
terebut.lantas dia mengatakan “astaga…saya dapat melakukannya paling
kurang sebaik dia.
· Bujukan verbal, merujuk kepada orang lain yang membujuk pelajar bahwa dia mampu sukses pada tugas-tugas tertentu, seperti “ ayo… kamu bisa”.
· Kesatuan psikologis, “perasaan berani” seorang individu menyakinkannya tentang kemungkinan sukses atau gagal.
·
Konsekuensi, Kontek dan Motivasi yang Berkelanjutan.
Kepuasan Ekspektasi (satisfaction of expectation)
Bayangkan bahwa anda
baru saja menyelesaikan sebuah tujuan/sasaran yang penuh tantangan,
dimana anda susun untuk anda sendiri. Hal tersebut merupakan perjuangan,
tapi anda tetap yakin bahwa pada akhirnya nanti anda akan sukses. Jadi
anda terus berusaha. Sekarang anda sudah selesai, bagaimana perasaan
anda? Tentu senang sekali dan diikuti oleh rasa kepuasan dan berfikir
“saya tahu saya dapat melakukannya”. Sumber informasi tentang kemanjuran
diri adalah kesuksesan seseorang sebelumnya dalam suatu pekerjaan. Jadi
suatu kali kesuksesan didapat, kemanjuran diri meningkat.
Konsekuensi alami
sering terjadi ketika pelajar melihat relevansi pada apa yang mereka
belajar dan memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan informasi baru
yang diperoleh, contohnya ketika Sean belajar yang dibutuhkan adalah
skill pada pekerjaannya. Bates (1979) mengatakan bahwa memberikan reward
hanya untuk partisipasi dalam sebuah aktifitas secara umum telah
mengakibatkan kepada pengurangan daya tarik aktifitas itu sendiri. Ini
benar, khususnya ketika akyifitas tersebut bersifat menghibur atau
merangang. Tidak bijaksana memberikan reward kepada pelajar untuk
mengikatnya dengan pekerjaan yang sebenarnya menarik. Dia juga
menyimpulkan bahwa memberikan reward bisa mengakibatkan motivasi pada saat reward secara normal tidak dianggap sebagai instrinsik untuk perfoermen tugas.
Keller (1987) menyimpulkan bahwa “bahkan ketika orang dimotivasi secara
instrinsik untuk mempelajari bahan, kelihatannya mereka lebih beruntung
dari pengenalan bentuk ekstrinsik. Contoh, pengakuan publik tentang pencapaian, hak istimewa, presentasi produk pelajar dan pernyataan positif yang antusias.
Motivasi yang berkelanjutan untuk belajar difasilitasi melalui kepuasan
penghargaan dalam pembelajaran sekarang. Ketika pelajar sukses dalam
sasaran belajar, kemanjuran dirinya meningkat dan mereka mempunyai
pengalaman konsekuensi alami, kesuksesan belajar. Apabila konsekuensi
alami kurang terjadi, konsekuensi positif dapat terjadi dalam situasi
demikian untuk memuaskan suatu pengahrapan hasil.
Teori Atribusi (attribute teory)
Asumsi sentral
tentang teori atribusi adalah pencarian untuk memahami sumber aksi
“spiral of action” dasar. Orangberusaha memahami penyebab-pentebab
kesuksesan dan kegagalannya, dan atribusi tentang penyebab-penyebab ini
menjelaskan aksinya dimasa yang akan datang. Winner (1985 – 1986)
memberi anggapan sementara bahwa ada tiga dimensi atribusi sebab, yaitu
internal lawan eksternal, stabil lawan labil, dan dapat dikontrol lawan
tak dapat dikontrol.
Konteks sosial tentang motivasi (the context social of motivation)
· Pembelajaran kooperatif dan motovasi.
Johnson and Johnson (1979) menemukan bahwa motivasi siswa sanagt
dipengaruhi oleh tingkah laku dimana dia berinteraksi dalam pencapaian
sasaran. Mereka menjelaskan tiga tipe susunan sasaran yang mengarah
kepada hubungan interpersonal yang beda di antara siswa. Di bawah
susunan sasaran yang kooperatif, pelajar dimotivasi untuk bekerja
bersama-sama karena kerja sama dirasakan satu-satunya jalan bagi mereka
untuk mencapai sasaran. Di bawah susunan sasaran yang kompetitif,
pelajaran dimotivasi bukan hanya bekerja secara bebas, akan tetapi juga
mengumpulkan sumber dan informasi. Mereka merasakan bahwa perolehan
sasarannya tergantung pada pelajar-pelajar yang lain tidak mencapai
sasaran. Susunan sasaran individual, dimana pelajar dimotivasi untuk
bekerja secara bebas/tidak tergantung, akan tetapi tidak secara
kompetitif, karena mereka merasakan pencapaian sasaran harus langsung
berhubungan dengan aksi mereka sendiri dan terlepas dari apa yang
dilakukan pleh orang lain.
· Kemenjuran guru.
Guru yang memiliki kemanjuran diri yang tinggi cenderung memberikan
sokongan/mendorong siswanya untuk lebih menguasai dan bertanggungjawab.
Tantangan susunan tugas-tugas belajar adalah membantu siswa sukses
dengan tugas-tugas tersebut. Aksi ini mempromosikan baik memotivasi
siswa maupun memperkuat kemanjuran personal seorang guru. Sebaliknya,
guru yang memiliki kemanjuran personal yang rendah cenderung menahan
bentuk-bentuk otoritas pengontrolan dalam kelas.
Model Disain Motivasi
Dalam
hal implikasi instruksi model ini, Keller mengajukan empat kondisi
motivasi yang harus saling ketemu untuk menemukan pelajar yang
termotivasi, yaitu yang disebut dengan “ARCS” yakni: attention
(perhatian), Relevance (relevan), Confidence (percaya diri) dan
Satisfaction (kepuasan).
Strategi-strategi untuk Merancang Motivasi
· Memperoleh dan Menyokong Perhatian.
Untuk merangsang keingintahuan yang terakhir atau yang disebut oleh keller dengan suatu sikap penyelidikan (attitude of inquiri),
instruktur seharusnya menggunakan teknik yang meminta dengan cara
perhatian penuh misteri dan melibatkan siswa dalam memecahkan
masalahnya. Dia juga merekomendasikan bahwa instruktur menjaga perhatian
siswa dengan cara presentasi instruksi silih berganti. Apabila
instruksi yang digunakan dengan cara yang sama, maka sering perhatian
siswa menjadi menerawang.
· Mempertinggi Relevansi.
Ada dua aspek orientasi permasalahan mengenai relevansi menurut Keller, yaitu pertama, orientasi akhir (ends oriented), kedua,
orientasi arti (means oriented). Agar termotivasi, pelajar pertama-tama
harus mengenal bahwa instruksi yang diberikan memiliki kegunaan
personal, contohnya, akan membantu mereka untuk mencapai sasaran
personal (ends oriented). Ketika seorang pelajar gagal menemukan
relevansi dalam subjek yang dibutuhkan dengan saasran instruksional yang
sudah digambarkan, maka harus diberi motivasi kepada pelajar tersebut
dengan bujukan, sering juga dengan jaminan bahwa pelajar akan
mendapatkan relevansi dari apa yang dia pelajari pada akhirnya (means oriented).
Di samping itu, karena orang lebih menikmati hal-hal yang telah mereka
percaya atau lebih menarik, instruktur seharusnya dapat menghubungkan
instruksi dengan pengalaman siswanya dengan memberikan contoh yang
konkrit dan analog.
· Membangun Kepercayaan.diri.